ADIPATI ONJE
Di Desa Onje terdapat sebuah padepokan. Padepokan tersebut dipimpin oleh Ki Tepus. Ki Tepus amatlah arif dan bijaksana. Dia memiliki istri yang amat setia. Hingga suatu ketika, istri yang dicintainya itu meninggal karena sakit keras. Ki Tepus sangat sedih ditinggal mati istrinya. Beberapa saat kemudian dia memutuskan untuk bertapa. Lama sekali dia bertapa hingga rumput-rumput di sekitarnya melilit tubuhnya. Oleh karena itu, dia mendapat julukan Ki Tepus Rumput. Dalam pertapaannya itu, ia menerima wangsit untuk segera pergi ke Kerajaan Pajang.
Segera saja Ki Tepus Rumput mengakhiri pertapaannya dan kembali ke padepokan. Dia memberi tahu murid-muridnya bahwa dia akan pergi ke Pajang. Dia juga meminta restu dari Eyang Kantaraga sebelum meninggalkan padepokan.
Singkat cerita, sampailah Ki Tepus di Kraton Pajang. Dia melihat ada kerumunan orang di sana. Diapun mendekatinya. Ternyata kerajaan sedang membuat sayembara. Sang Raja Pajang, Sultan Hadiwijaya yang berjuluk Sultan Pajang kehilangan cincin saktinya. Cincin itu bernama Ali-ali Socaludira. Barang siapa yang bias menemukannya jika dia seorang laki-laki akan dinikahkan dengan seorang putri. Jika dia seorang wanita, akan dijadikan istri sang Sultan.
Mengetahui sayembara itu, Ki Tepus Rumput kembali bertapa untuk mencari petunjuk dari Yang Mahakuasa. Dalam tapanya itu, Ki Tepus mendapat petunjuk bahwa cincin itu terjatuh di sebuah sumur. Langsung saja Ki Tepus mendatangi sumur itu dan mengambil cincinnya. Setelah menemukan cincin itu, dia segera menemui Sultan Pajang. Tentu saja sans Sultan senang. Ki Tepus dinikahkan dengan Dewi Kencana Wungu, putri Adipati Menoreh. Saat dinikahi, sang Dewi dalam keadaan hamil. Sultan Pajangpun berpesan agar Ki Tepus tidak menggauli istrinya sampai anak yang dikandung Dewi Kencana Wungu lahir. Ki Tepus juga harus melapor kepada Sultan pajang jika anak tersebut sudah lahir.
Sejak saat itu juga, Ki Tepus diangkat menjadi Adipati Onje dengan gelar Kyai Ageng Ore-ore. Dia juga diberikan tanah perdikan yang luasnya 200 grumbul. Kyai Ageng Ore-ore dan Dewi Kencana Wungu kembali ke Dukuh Teruka di Desa Onje.
Beberapa bulan kemudian, anak tersebut lahir. Ki Tepus segera pergi ke Pajang dan melaporkannya pada Sultan Pajang. Sultan mengatakan bahwa setelah anak tersebut mahir memainkan tombak, anak tersebut harus pergi ke Pajang. Anak tersebut mendapat gelar Raden Ore-ore. Benar saja, setelah dewasa dan mahir memainkan tombak, Raden Ore-ore pergi menghadap Sultan Pajang. Sesampainya di sana, dia mendapat amanat untuk menggantikan kedudukan Kyai Ageng Ore-ore. Gelarnya kemudian diganti dengan sebutan Adipati Anyakrapati.
Adipati Anyakrapati memiliki dua orang istri. Rara Pakuwati, putri Adipati Cipaku, dan Dewi Medang, putrid Adipati Kanda Daha dari Pasirluhur, namanya. Suatu ketika, keduanya saling bertengkar. Melihat kejadian itu, sang Adipati tidak melerainya. Sang Adipati justru geram dan langsung membunuh kedua istrinya tersebut. Kedua istri tersebut dimakamkan di Gandhok Kiwa. Adipati Anyakrapati berpesan kepada seluruh rakyat Onje agar tidak mengabarkan peristiwa itu kepada siapapun terlebih kepada Adipati Cipaku. Diapun berpesan kepada rakyatnya agar tidak memiliki istri lebih dari satu.
Meski ditutup-tutupi, peristiwa itu akhirnya sampai ke telinga Adipati Cipaku. Dia marah dan berpesan kepada seluruh rakyat Cipaku agar jangan pernah lagi berbesan dengan orang Onje. Hingga sekarang, larangan itu masih dilakukan. Warga Cipaku tidak mau mendapat celaka jika larangan itu dilanggar.
0 komentar:
Posting Komentar